Senin, 04 Desember 2017

contoh review artikel opini tema pendidikan

          hello,, kali ini penulis akan mereview artikel opini tentang pendidikan yang diambil dari beberapa koran.elektronik
           apa sih arti review itu sendiri ? review bermakna tinjauan, ringkasan dari beberapa sumber baik buku, film, berita dan yang lainnya. Secara harfiah, review ini difungsikan sebagai salah satu hal untuk meninjau karya untuk mengetahui kualitas, kelebihan serta kekurangan yang dimiliki oleh karya tersebut. Tinjauan ini juga memberikan informasi kepada pembacanya yang bisa bertujuan untuk memberikan informasi, mengajak, ataupun membuat pembaca lebih penasaran akan karya tersebut.
         dibawah ini adalah beberapa contoh review artikel koran opini
Review artikel
Nama penulis         : Hentikan Kekerasan Guru pada Siswa
Judul artikel            : Paul Suparno, Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Terbitan tanggal     : 13 November 2017
Sumber                  : Kompas
Konteks artikel opini adalah dimana penulis menyayangkan tindakan guru yang melakukan kekerasan pada siswanya yang telah melakukan kesalahan menyebut nama guru tersebut tidak dengan kata “Pak” yang berdasarkan pada video yang disebarkan melalui whatsapp. Penulis artikel tersebut tidak setuju dengan tindakan guru yang melakukan kekerasan kepada siswanya meskipun mempunyai maksud agar siswanya menjadi lebih baik, akan bertobat dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Penulis artikel berpendapat bahwa masih banyak hal yang bisa dilakukan tanpa kekerasan yang bisa membuat si siswa jera dan tidak mengulanginya lagi antara lain  kalau siswa tidak menyebut gurunya ”Pak”, siswa itu diminta menyebut kata ”Pak” beberapa kali. Kalau siswa tak mengerjakan PR, sanksinya mengerjakan PR dengan jumlah yang lebih banyak.
Saya setuju dengan pendapat penulis bahwa hukuman dimaksudkan agar setiap pelanggaran terhadap aturan yang ada mampu diminimalisir. Hukuman di dunia pendidikan, khususnya hukuman yang diberikan guru kepada siswa perspektifnya jauh lebih kompleks dari hukuman secara umum. Kadang, pelanggaran yang dilakukan siswa justru akan lebih baik jika perlu diberi sanksi atau hukuman, karena hukuman guru kepada siswanya tidak berarti guru benci kepada siswa tersebut, tetapi justru sebaliknya. Hukuman guru kepada siswa tidak sekadar bermaksud agar tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut, tetapi lebih dari itu, hukuman tersebut juga dapat membuat siswa lebih baik dari sebelumnya. Pada kasus lainnya, hukuman harus mampu memberi pendidikan lebih kepada siswa. Oleh karena itu, hukuman guru kepada siswa lebih bersifat mendidik. Siswa harus mampu merasakan manfaat hukuman tersebut pada dirinya.  Pendidik pun harus jelas menunjukkan pelanggaran yang diperbuat siswa. Dengan harapan siswa  segera tahu dan sadar mempersiapkan  perbaikannya. Pendidik tidak diperkenankan asal memberi  hukuman sehingga siswa bingung menanggapinya. Hukuman di sekolah juga harus memperhatikan banyak faktor. Oleh karena itu, sangat sulit sekolah menyusun SOP pemberian hukuman kepada siswa yang bersalah. Sejatinya sekolah atau guru harus mampu menerapkan pemberian hukuman secara selektif. Harus memerhatikan faktor individual siswa, faktor penyebab kesalahan, faktor gender, faktor riwayat siswa, dan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, terkadang kesalahan yang sama tetapi hukuman harus berbeda. Contohnya ketika siswa tersebut tidak mengerjakan tugas yang diberikan atau karena terlambat masuk kelas. Kalau hukumannya tidak mengizinkan siswa yang terlambat untuk masuk ke dalam kelas namun menghukum dengan cara tersebut menghalangi siswa untuk mendapatkan haknya untuk belajar. Memberikan hukuman dengan cara berdiri di depan kelas, tapi sepertinya hukuman seperti itu tidak efektif di kelas. Karena siswa yang dihukum tersebut terlihat seperti bangga dengan hukuman yang diberikan. Jadi hukuman yang lebih efektif adalah dengan cara menyalin materi yang ada dibuku paket. Mulai dari beberapa lembar sampai satu bab penuh dengan harapan dapat memberi efek jera dan memberikan kesan mendidik. Karena saya percaya dengan menulis kita pasti membaca apa yang kita tulis, dengan begitu siswa akan lebih mudah mengingat pelajaran (apa yang dia tulis).

Review artikel
Nama penulis          : Saifur Rohman
Judul artikel             : Pendidikan Minus Karakter
Terbitan tanggal      : 18 September 2017
Sumber                   : Kompas
Konteks artikel yang membahas tentang Pendidikan Minus Karakter akan menjadikan siswa tidak mempunyai karakter yang baik. kasus-kasus sejenis di lingkungan pendidikan telah memakan korban. Ketika sampai hari ini kasus-kasus kekerasan membayangi praktik pendidikan saat ini. Salah satu contoh: satu orangtua siswa melaporkan adanya tindak kekerasan di lingkungan SMA Taruna Nusantara ke polisi. Kekerasan itu diduga dilakukan enam pelaku di asrama siswa,  Dalam minggu yang sama, lima siswa Institut  Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) diturunkan pangkatnya akibat terlibat dalam kekerasan terhadap siswa lainnya.
Didalam artikel disebutkan ada tiga prinsip itu pula telah membawa tiga masalah secara mendasar. Yang pertama, sebagaimana terbaca dalam perpres, untuk penguatan pendidikan karakter, perlu dilakukan dua hal, yakni penguasaan materi pembelajaran dan metode pembelajaran. materi sebetulnya tidak pernah berorientasi pada penguatan karakter. metode pembelajaran tidak menampung upaya reflektif tentang penguatan karakter. Kedua, dalam prinsip keteladanan pendidik, proyek penguatan karakter ini menjadikan guru sebagai ujung tombak keberhasilan. Ketiga, dalam prinsip pembiasaan, pembakuan nilai-nilai yang dianggap sebagai karakter Pancasila cenderung jadi bagian dari praktik indoktrinasi.
Namun saya kurang setuju dengan pendapat penulis yang menyatakan bahwa dalam materi pembelajaran tidak pernah berorientasi pada penguatan pendidikan karakter, pada dasarnya sebagai guru yang sudah mengetahui tentang kurikulum 2013 pasti akan tau bahwa dalam Kompetensi Dasarnya pun sudah ada nilai karakter seperti religius, jujur, bertanggung jawab, toleransi dan lain sebagainya jadi disini guru harus bisa memasukkan 18  nilai karakter tersebut dalam materi pembelajaran, namun memang dalam penilaian tidak dibuatkan soal tetapi penilaiannya dilakukan dengan cara pembiasaan. Dalam metode pembelajaran pun guru harus bisa membuat metode pembelajaran yang dimana siswa dapat mengetahui nilai karakter pendidikan. Jadi, disini guru harus lebih inovatif disaat mengajar. Kemudian mengenai guru sebagai ujung tombak keberhasilan penguatan karakter itu kurang tepat karena disini bukan hanya peran dari guru saja namun ada peran dari keluarga (orang tua) dan juga tentunya masyarakat. Jadi harus ada kerjasama antara guru, keluarga, dan masyarakat agar penguatan karakter dapat terealisasikan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar